Minggu, 14 November 2010

Obama Menginspirasi Generasi Muda Indonesia

H.E Barack Obama Ketika memberikan kuliah umum (Foto:Humas)

Balairung Universitas Indonesia (UI) Kampus Depok menjadi tempat dan tonggak sejarah penting bagi bangsa Indonesia, ketika Presiden Amerika Serikat Barack Hussein Obama (48) mengatakan “Indonesia adalah Bagian dari diri Saya”, saat memberikan kuliah umum pada Rabu pagi (10/11), yang disambut dengan tepuk tangan meriah dari 6000 undangan yang kebanyakan generasi muda (pelajar dan mahasiswa). Pernyataan ini mengukuhkan kedekatan dan kerinduan orang Indonesia kepada figur Barack Hussein Obama, yang kebetulan menjabat kepala negara adidaya.

Pada permulaan pidatonya, Obama mengucapkan terima kasih secara khusus kepada UI dan Rektor UI Prof.Dr. derSoz. Gumilar Rusliwa Somantri, yang menyediakan tempat berlangsungnya kuliah umum. Ada tiga hal penting yang dikemukakan Presiden pertama Amerika Serikat yang berkulit hitam tersebut, yaitu Pembangunan, Demokrasi dan Agama. Bukan suatu kebetulan kalau Obama sebelum ke UI terlebih dahulu mengunjungi Mesjid Istiqlal (arsiteknya F. Silaban seorang kristen), yang kemudian disinggung dalam kuliah umumnya, berkaitan dengan toleransi dan kebebasan beragama yang patut dicontoh negara lain dan bertekad untuk mendekatkan Amerika Serikat dengan Islam. Amerika Serikat tidak pernah berperang melawan Islam melainkan dengan Al Qaeda. Obama juga ingin membangun hubungan generasi muda Indonesia lebih erat dengan generasi muda Amerika dan menginginkan lebih banyak lagi pelajar dan mahasiswa Indonesia mengecap pendidikan di Amerika Serikat dan sebaliknya.

H.E Barack Obama usai memberikan kuliah umum di Balairung UI(Foto:Humas)

Karena itu, maka perjanjian kerjasama yang dilakukan Indonesia dengan Amerika Serikat kali ini lebih komprehensif yang lain sama sekali dengan perjanjian terdahulu. Dari tigapuluh menit orasi Obama (pk 9.30 – pk 10.00 WIB) , sepertiganya dihabiskan untuk menceritakan “nostalgia” sewaktu berada di Jakarta. Meluncurlah kosa kata bahasa Indonesia dan dialek/celetukan khas Indonesia yang belum tentu dapat ditiru oleh orang Indonesia Sekalipun. Misalnya tekanan dan intonasi waktu mengucapkan kata “Pulang Kampung Nih!” yang langsung disambut tepuk tangan dan riuh rendah sorakan dari para undangan. Selain teriakan “sate..!” dan “ba’so…!” juga meluncur kata-kata “Nusantara” serta “Pancasila”. Ungkapan “Bhineka Tunggal Ika” dikatakan Obama sampai dua kali. Pengucapan kata-kata ini ‘mencairkan’ suasana dan mendekatkan ‘jarak’ antara Presiden Obama yang berada di panggung dengan undangan yang dibuat berjarak sedemikian rupa. Pada akhir pidatonya, Obama mengucapkan dalam bahasa Indonesia “kepada rakyat Indonesia, Saya mengucapkan terima kasih atas..terima kasih assalamualaikum”.

Undangan yang hadir terbagi dalam empat golongan, pertama para alumni yang pernah bersekolah di Amerika, duduk di blok paling depan dekat panggung.Kedua undangan VIP dan staf pengajar serta Guru Besar UI yang berada di blok belakang undangan alumni, ketiga undangan pers nasional dan asing yang ditempatkan di blok khusus bagian tengah ruangan dan keempat di bagaian belakang serta di ruang atas undangan dari instansi/lembaga pemerintah, swasta serta pelajar dan mahasiswa perwakilan berbagai perguruan tinggi dari berbagai daerah. Di deretan undangan VIP tampak Rektor UI, para guru besar UI dan para menteri seperti Menteri Pendidikan Nasional dan Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Pemuda dan Olah Raga, Menteri Pemberdayaan Perempuan, pimpinan LSM dan pimpiran redaksi media nasional. Yang istimewa tampak pula Prof. Dr.B.J. Habibie yang mendapat aplause dari para pelajar dan mahasiswa saat mendokumentasikan suasana di dalam balairung sebelum Obama datang.

Kuliah umum Presiden Obama di Balairung Kampus Depok, tidak pelak lagi telah ‘menyihir’ para hadirin yang memang ingin mendengarkan secara langsung apa yang menjadi gagasan dan pikiran seorang Presiden yang mempunyai pengaruh besar ke seluruh dunia, yang oleh berbagai kalangan dianggap sebagai seorang kepala negara yang fenomenal di abad ini. Sebagai orang yang pernah merasakan serta menikmati suasana dan budaya keindonesiaan di masa kecilnya, tidak pelak lagi akan menjadi inspirasi dan dorongan semangat kaum muda Indonesia untuk juga mengikuti jejaknya dalam melakukan perubahan. Manfaat yang dapat dipetik dari kedatangan “orang Menteng Dalam” ini tergantung kepada sejauh mana kita dapat mengoptimalkan serta mengimplementasikan dalam bentuk kebijakan konkrit kesepakatan kerjasama yang telah ditanda tangani kedua belah pihak. (mrr)